Diskusi mengenai peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di luar fungsi pertahanan murni selalu menjadi topik yang sensitif dan sentral di Indonesia. Pasca-Reformasi, doktrin Dwi Fungsi ABRI secara resmi dihapuskan demi supremasi sipil. Namun, dalam konteks pembangunan nasional dan menghadapi ancaman non-tradisional yang semakin kompleks, muncul pandangan yang memperluas tugas TNI melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP), yang oleh beberapa pihak disebut sebagai ‘Dwi Fungsi Baru’ atau multifungsi. Dalam kerangka ini, menjadi penting untuk secara rasional Menimbang Peran Militer dalam menjaga stabilitas yang menjadi prasyarat mutlak bagi keberhasilan pembangunan. Kehadiran militer yang profesional dalam mendukung OMSP harus dilakukan secara terukur dan spesifik agar tidak mengganggu tatanan demokrasi dan tidak menimbulkan polemik berkepanjangan. Menimbang Peran Militer dalam ranah sipil memerlukan payung hukum yang kuat dan transparan.

Perluasan Tugas OMSP dan Dampaknya

Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang disahkan pada Maret 2025 menjadi penanda formal perluasan peran TNI. Tugas OMSP yang sebelumnya berjumlah 14 tugas, kini bertambah menjadi 16 tugas, mencakup penanggulangan ancaman siber dan perlindungan warga negara di luar negeri. Perluasan ini mencerminkan pengakuan bahwa ancaman terhadap negara tidak lagi terbatas pada invasi fisik, tetapi mencakup domain keamanan baru. Salah satu peran paling nyata adalah keterlibatan TNI dalam pembangunan infrastruktur nasional.

Melalui program seperti TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), TNI secara teratur membangun jalan, jembatan, dan fasilitas umum di daerah terpencil, perbatasan, dan tertinggal (3T). Program TMMD ke-120 yang dilaksanakan serentak di 50 kabupaten/kota pada periode Mei hingga Juni 2025, misalnya, berhasil membangun jalan baru sepanjang 24 km dan merenovasi 150 unit rumah tidak layak huni. Data dari Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan bahwa sinergi dengan TNI dalam pembangunan infrastruktur di daerah 3T mampu memangkas waktu pengerjaan proyek hingga 30% karena disiplin dan mobilisasi sumber daya yang dimiliki militer. Ini adalah bentuk kontribusi nyata dalam percepatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan.

Batasan dan Profesionalisme

Meskipun kontribusi TNI dalam OMSP membawa manfaat pembangunan, kekhawatiran publik tetap berpusat pada potensi kembalinya militer ke ranah sipil-politik. Oleh karena itu, kunci untuk Menimbang Peran Militer ini terletak pada profesionalisme dan batasan yang jelas. Prajurit yang ditugaskan dalam fungsi OMSP harus tunduk pada aturan operasional yang berbeda dari Operasi Militer untuk Perang (OMP).

Misalnya, dalam tugas bantuan penanggulangan bencana, personel TNI berada di bawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan dalam penegakan hukum di laut, mereka bekerja sama dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) atau Kepolisian. Kewenangan TNI untuk membantu Kepolisian dalam tugas keamanan dan ketertiban masyarakat harus diatur secara ketat dalam undang-undang terpisah untuk menjamin supremasi hukum sipil tetap tegak. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU TNI, setiap pengerahan TNI untuk OMSP harus didasarkan pada keputusan politik negara, sebuah mekanisme kontrol yang memastikan akuntabilitas.

Pada akhirnya, Menimbang Peran Militer dalam stabilitas pembangunan nasional adalah sebuah keniscayaan. TNI memiliki sumber daya, disiplin, dan kemampuan logistik yang seringkali tidak dimiliki oleh lembaga sipil, terutama dalam situasi darurat atau di wilayah terisolasi. Selama tugas-tugas sipil ini bersifat bantuan, temporer, dan di bawah koordinasi sipil, peran tersebut akan menjadi aset bagi negara dan memperkuat kemanunggalan TNI dengan rakyat.