Sejak kudeta militer pada Februari 2021, Myanmar berada dalam cengkeraman junta militer yang telah membawa risiko dan bahaya yang signifikan bagi rakyatnya dan kawasan sekitarnya. Mengungkap situasi di Myanmar berarti menyoroti pelanggaran hak asasi manusia, instabilitas, dan ancaman yang terus meningkat akibat kekuasaan militer.
Salah satu bahaya paling nyata dari junta militer adalah pelanggaran hak asasi manusia yang meluas dan sistematis. Sejak kudeta, ribuan warga sipil telah tewas, puluhan ribu lainnya ditangkap secara sewenang-wenang, dan penyiksaan serta perlakuan buruk lainnya dilaporkan secara luas. Junta militer tidak segan-segan menggunakan kekerasan ekstrem, termasuk serangan udara dan pembakaran desa, yang menyebabkan jutaan orang mengungsi dan membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Instabilitas dan konflik bersenjata juga menjadi risiko besar yang diakibatkan oleh kekuasaan junta. Kudeta telah memicu perlawanan bersenjata dari berbagai kelompok etnis dan pasukan pertahanan rakyat, yang menyebabkan pertempuran sengit di berbagai wilayah negara. Situasi ini tidak hanya mengancam nyawa dan mata pencaharian warga sipil, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas kawasan regional.
Selain itu, krisis kemanusiaan di Myanmar terus memburuk di bawah pemerintahan junta. Akses terhadap bantuan kemanusiaan seringkali dibatasi, sementara jutaan orang menghadapi kekurangan pangan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan yang memadai. Penolakan junta untuk mengizinkan akses kemanusiaan tanpa hambatan memperburuk penderitaan penduduk yang rentan.
Pelanggaran hukum internasional juga menjadi perhatian serius. Junta militer dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan atas tindakan brutal mereka terhadap warga sipil. Impunitas yang dinikmati oleh para pelaku kekerasan ini semakin memperburuk situasi dan menghalangi upaya untuk mencapai keadilan dan pertanggungjawaban.
Lebih lanjut, kekuasaan junta militer juga mengancam proses demokratisasi yang telah berjalan selama satu dekade terakhir. Pembubaran partai politik oposisi, penangkapan para pemimpin terpilih, dan penundaan pemilu yang dijanjikan menunjukkan bahwa junta tidak memiliki niat untuk mengembalikan kekuasaan kepada rakyat. Hal ini menciptakan ketidakpastian politik dan menghambat pembangunan negara yang inklusif dan demokratis.
Mengungkap risiko dan bahaya junta militer Myanmar adalah langkah penting untuk meningkatkan kesadaran internasional dan mendorong tindakan yang lebih tegas untuk melindungi rakyat Myanmar dan memulihkan perdamaian serta demokrasi di negara tersebut.